Bulan Kedelapan di Peron Sembilan

Apakah tentangku masih menyapa pikirmu? Lalu kau akan berbicara dengan angin dan berselisih dengan hati. Melayang seakan kau merindukanku hingga membiarkan beban menguap, menjelma awan.

Sepucuk puisi dinginmu tak lagi menghampiri. Kabarmu bahkan tak terdengar, pula kucari. Kata yang seperti apa yang harus kuharap dari tiap nyanyian jangkrik? Bisikan angin pun agaknya tak pernah menyerukan gumammu menyebut namaku.

Benar Minggu yang indah pun sunyi. Kemarilah apabila keramaian tak menerimamu. Kesepian akibat duka yang bersahabat dengan lara adalah sesak yang tak ada habisnya. Maka, biarlah puisi ini menyampaikan pesannya. Meski tidak melalui stasiun yang sama, rel kereta yang dilalui tak pernah berubah

Komentar

  1. kadang kadang tulisan juga bisa meruntuhkan, sebab perasaan atau keraguan seakan berdampingan mengiringi kepergian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar adanya. karena tulisan adalah sebuah kekekalan mutlak, maka celakalah tiap-tiap hati yang masih menyemai bunga yang telah lama layu. namun semua kembali ke sang empu dalam menentukan respons apa yang harus ditunjukkan kepada semesta

      Hapus
    2. kamu memang keren!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer