410 Hari


"Apa kabar?
Sedang apa?
Begitu banyak hal yang hendak kutanyakan."

Benar, ada banyak sekali hal yang ingin kutanyakan. Ada banyak sekali hal yang ingin kuceritakan. Ada banyak sekali hal yang ingin kudiskusikan. Namun, mereka hanya dapat kupikirkan. Meronta keluar, tapi tak ada alasan untukku menghubungimu. Mereka hanya rutinitas yang pernah kita lalui. Mereka hanya sosok terbiasa yang belum mampu beradaptasi.

Kita tak berhenti dengan tepisan tangan. Kita tak berhenti dengan teriakan. Kita berhenti dengan erat merenggang. Perlahan dan pasti. Lalu pada sentuhan terakhir, kau jadikan dirimu aktor yang seolah menyakiti. Padahal kita sama-sama tersakiti.

Teriringi rintik, kutahan tetesnya dengan tak berkedip. Padahal malam lalu, tentangmu tak mengusik.

"Apa yang pernah kita punya, tak terdefinisikan.
Wajar saja kalau aku mengingatmu sewaktu-waktu."

Kugunakan pembelaan itu untuk rinduku saat ini. Sudah pasti tak mungkin kusampaikan pada hatimu yang pula coba melupakan.

Jadi cukup. Kuucapkan selamat malam dan lelap melupalah. Tentang 410 hari yang itu, ia tetap ada dalam kenang meski waktu melupa ruang.

—dalam petik; Garis Waktu, Fiersa Besari.

Komentar

Postingan Populer