Kembalikan tawa itu

Rumah seharusnya menjadi tempat berlindung, tempat dimana kasih sayang dari sebuah keluarga tercurahkan, tempat dimana adanya kedamaian yang dapat membuat individu yang tinggal di dalamnya merasa nyaman.

Tapi bagaimana jika ketiga fungsi itu tidak di dapatkan? Bagaimana jika justru sebaliknya? Dimana hanya ada suara keras dari dua orang dewasa. Mereka berteriak seperti tidak memperdulikan hati kecil yang sedang menyaksikan pertengkaran itu.

Hati kecil itu terus memperhatikan pertengkaran kedua orang tuanya dengan air mata. Ingin ia berteriak seperti mereka, namun teriakan itu hanya berujung di bantal yang sengaja ia gigit.

Jika sudah begitu, rumah hanya akan seperti bangunan kosong. Bagaikan manusia, rumah itu hanya tinggal raga yang ditinggal pergi oleh sang nyawa. Kosong. Sunyi. Sepi. Dan hampa. Semua seakan hilang ditelan amarah dan keegoisan mereka masing-masing. Bahkan sampai makanan yang tersuguh, yang terlihat begitu menggiurkan, menjadi sangat hambar seperti tanpa ada satu pun bumbu yang larut di dalamnya.

"Ma.. Pa.. Izinkan aku berbicara," suara lirih itu seakan membelah langit hitam tak berpenghuni.

"Andai waktu dapat diulang, aku ingin mengulang masa dimana  hanya ada canda tawa di antara kita semua. Bukan tangis dan teriakan." Kini ada selaput bening di matanya, yang akhirnya ia pun tumpah dan menjatuhkan bulir-bulir air bening yang membasahi pipi chubby itu. Gadis kecil itu memeluk tubuhnya sendiri yang sedari tadi dibelai sang angin. Sejenak ia menenggalamkan kepalanya, sebelum akhirnya mengadah kembali.

"Aku memohon kepada-Mu, Tuhan. Tolong kembalikan tawa di rumah ini. Karna dia lah nyawaku." Gadis itu terduduk lemas dan hanya di temani suara tangisan langit serta angin yang menusuk tulang.

Komentar

Postingan Populer